Wujudkan Inklusi Sosial, MAN 2 Sleman Gelar Pelatihan Kerelawanan Untuk Sahabat Inklusi
Sleman (MAN 2 Sleman)- Sebanyak 50 siswa yang tergabung dalam sahabat inklusi mengikuti pelatihan kerelawanan di aula MAN 2 Sleman pada hari Rabu (13/09/2023) di Aula MAN 2 Sleman. Sahabat inklusi merupakan forum relawan pendamping siswa difabel MAN 2 Sleman yang dibentuk pada tahun 2021 oleh Unit Layanan Difabel (ULD) MAN 2 Sleman.
Kepala MAN 2 Sleman H. Edi Triyanto S.Ag., S.Pd., M.Pd., menyampaikan bahwa prinsip menjadi seorang relawan adalah keikhlasan. Oleh karena itu kita harus siap berhadapan dengan tantangan baru. Banyak suka dan duka yang mesti kita lewati untuk mencapai prestasi.
“Kalian harus menjadi pohon jangan menjadi rumput, menjadi pohon artinya harus senantiasa siap berhadapan dengan terpaan badai, semakin tinggi pohonnya terpaan badai akan semakin kencang. Tapi yang namanya pohon tempatnya tetap di atas. Jangan menjadi rumput karena rumput menyiratkan keadaan yang lemah tempat untuk pijakan bahkan innjakan binatang dan juga manusia,” paparnya.
Adapun pemateri pertama Fika dari UKM UGM menyampaikan tentang tantangan, hambatan dan harapan ketika membersamai difabel di UGM.
“Pengalaman saya ketika membersamai difabel, lebih banyak hal yang menarik dan inspiratif. Awalnya saya juga sama dengan kalian yang membersamai difabel karena kasihan. Namun semakin banyak intensitas dengan mereka, ternyata mereka sama dengan kita, mereka hanya membutuhkan pengertian bukan belas kasihan. Mereka bisa mandiri kemana-mana tanpa bantuan kita. Kita hanya berperan memfasilitasi mereka apabila lingkungan belum inklusif atau ramah difabel,” tandasnya.
Sementara pemateri kedua Dwi dari PLD UIN Sunan Kalijaga memaparkan pengalamannya ketika mendampingi difabel di UIN Sunan Kalijaga. Kita harus memberikan pelayanan kepada teman difabel sesuai dengan kebutuhan layanan mereka. Jangan berlebihan karena justru itu akan menjerumuskan difabel jatuh pada kondisi tidak mandiri.
“Ketika membersamai difabel di UIN Suka saya membatasi layanan pada lingkup akademik dan aksesibilitas fisiknya. Misalnya kebutuhan difabel netra adalah akses buku di perpustakaan dan membacakan materi yang diperlukan. Kemudian untuk akses fisik misalnya kalau ada pengguna kursi roda ingin mengakses lantai 2 dan seterusnya, kita harus membantu mencarikan solusi agar yang bersangkutan dapat mengakses ke tujuan dengan aman dan selamat. Adapun untuk keperluan yang lain kita harus memberikan kepada yang bersangkutan agar tidak selalu menggantungkan keperluannya kepada orang lain. Artinya membersamai tapi juga melatih mereka mandiri,” pungkasnya. (Sari/Qoma)