Upgrade Metode Mengajar Siswa Berkebutuhan Khusus, MAN 2 Sleman Gelar Workshop untuk Tenaga Pendidik
Sleman (MAN 2 Sleman)- Sebanyak 58 peserta dari unsur pengawas, pendidik dan tenaga kependidikan MAN 2 Sleman mengikuti workshop kurikulum akomodatif bagi siswa difabel pada hari Senin (25/09/2023) di aula MAN 2 Sleman
Kegiatan ini bagian dari komitmen penuh MAN 2 Sleman sebagai madrasah inklusif dimanifestasikan dalam serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kualitas layanan bagi siswa difabel. Hal ini disampaikan Kepala MAN 2 Sleman H. Edi Triyanto, S.Ag., S.Pd., M.Pd saat ditemui repoerter madrasah.
Dalam sambutan kepala madrasah yang diwakili Kepala Tata Usaha MAN 2 Sleman Sri Wulandari, S.E., M.M., menyampaikan bahwa kegiatan workshop ini merupakan periode kedua yang sebelumnya diadakan pada tahun 2021.
“Workshop ini sebenarnya merupakan workshop yang kedua setelah tahun 2021 yang lalu. Kami berharap kegiatan ini dapat meningkatkan kualitas pemahaman guru dalam rangka memberikan layanan terbaik untuk siswa difabel, “tegasnya.
Analis SDM Aparatur Ahli Muda pada Seksi Tenaga Kependidikan Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag DIY H. Jauhar Mukhlis Sulistyanto, S.Ag., M.Pd.I. menyampaikan bahwa MAN 2 Sleman merupakan madrasah inklusif yang sudah dikenal di tingkat nasional.
“Komitmen kementerian agama untuk pendidikan inklusif di madrasah sudah jelas, kami di tahun 2022 yang lalu sudah meresmikan 27 madrasah yang memperoleh SK madrasah inklusif. Harapan kami ini menjadi cambuk untuk madrasah lain mengikuti madrasah-madrasah tersebut,” pungkasnya.
Sementara narasumber pertama Ro’fah Ph.D., menjelaskan bahwa akomodasi yang layak merupakan kata kunci yang harus diperhatikan untuk madrasah penyelenggara pendidikan inklusif.
“Hampir 80 persen hambatan siswa difabel sudah teratasi dengan adanya laptop dan headphone yang sudah dilengkapi dengan aplikasi yang akses untuk mereka. Tapi yang namanya alat bantu itu sebenarnya sama antara difabel maupun non difabel, ada dampak positif dan juga dampak negatif. Karena itu, kita sebagai guru, sebagai orang tua harus mengarahkan agar alat bantu tersebut dapat digunakan untuk menunjang pembelajaran mereka,” tandasnya.
Adapun pemateri kedua Jamil Suprihatiningrum, Ph.D menekankan kurikulum merdeka ini merupakan pintu proses pembelajaran inklusif.
“Kurikulum berdiferensiasi ini mengakomodir akomodasi yang layak bagi siswa berkebutuhan khusus. Guru tidak perlu melakukan modifikasi kalau siswa berkebutuhan khusus yang dihadapi adalah sensorik netra, namun kalau siswa yang berkebutuhan khusus mengalami kendala intelektual guru harus memodifikasi kurikulum berdasarkan asesmen psikolog. Intinya akomodasi berfokus pada tujuan pembelajaran, adapun modifikasi berfokus pada bagaimana cara untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ditahap ini guru dapat menurunkan bobot materi yang disampaikan berdasarkan kondisi siswa yang dihadapi,” pungkasnya. (Anaes/Qoma)